” Nyonya A ?” tanyanya. Aku mengiyakan. ” Saya sudah lihat hasil
laboratoriumnya , nyonya positif.” Lanjutnya pula.” Bagaimana dok ?”
tanyaku berharap ketegasan. ” Anda hamil.” Disebutkannya usia
kandunganku yang rupanya sedang dalam masa
emesis.Oh alangkah sulitnya kuungkapkan perasaan hatiku ketika itu. Bertahun-tahun aku menantikannya.
Tuhanku, hanya sebaris kalimat syukur meluncur dari bibirku yang
bergetar menahan haru. Dengan cermatnya sang dokter memeriksaku.
Sedemikian telitinya hingga aku merasa begitu lama waktu merayap.
Akhirnya dokter yang cekatan itu mengatakan bahwa keadaanku
normal-normal saja. Begitu pula janin yang kukandung. Diberinya aku
resep vitamin dan pelancar metabolisme. Aku pulang dengan rasa bahagia
yang tak terkata. Hilang rasa letihku. Hilang segala rasa sakit dalam
tubuhku terhapus oleh rasa bahagia menyadari hadirnya buah hati dalam
rahimku.
Setiba di rumah, kutumpahkan rasa bahagiaku dalam sujud syukur di
hadapan Yang Maha Tinggi.Sungguh karunia-Nya tak pernah putus-putusnya
menyirami
hidupku.Ilahi, kalau
bukan karena Engkau tak mungkin kukenal shalat, tak mungkin kukenal
hidayah dan ni’matnya beribadah kepada Engkau. Segala puji hanyalah
bagi-Mu.Suamiku,Kunantikan engkau pulang dengan hati girang. Ingin
kukabarkan segera berita gembira ini. Kutahu telah sekian lama kau
nantikan berita ini terucap dari bibirku. Aku pun hampir tak sabar
menanti.Namun hingga senja hari lewat kau belum juga kembali.
Hidangan yang telah kusiapkan mulai menjadi dingin. Kuhibur hatiku
barangkali engkau sedang menghadapi banyak pekerjaan. Kusibukkan
pikiranku dengan tadarus Qur’an dan wirid ma’thurat. Semoga engkau tetap
dalam lindungan Allah.Menjelang Isha barulah engkau pulang. Dalam
kepenatan kutangkap kilatan cahaya dari sepasang matamu yang teduh.
Bersinar kemilau namun sulit untuk kutafsirkan. Lalu dengan lembut
engkau minta maaf karena terlambat pulang. Ada urusan penting rupanya
hingga engkau tertahan sekian lama. Buatku sendiri, melihat dirimu saja
sudah cukup menenteramkan perasaanku, menghapus penantian yang terasa
amat panjang. Hanya saja melihat engkau letih begitu, kuurungkan niatku
untuk menyampaikan berita itu. Biarlah kutunggu hingga hilang penatmu,
kunanti hingga engkau segar kembali …
Usai shalat ‘isha berjamaah, engkau mengajakku berbicara. Ketika itu
fahamlah aku kilat bahagia apa yang bersinar di matamu saat kau pulang
tadi. Ini adalah momen yang sangat penting dalam hidupku. Dapat
kurasakan kebahagiaanmu dan akupun bahagia pula karenanya. Namun,
tiba-tiba serasa ada yang menghentak dalam dadaku. Sesungguhnya apa yang
kau katakan adalah ikrar dan cita-cita kita sejak lama. Tetapi saat ini
aku merasakannya sebagai sesuatu yang teramat berat. Aku memerlukan
segunung ketabahan dan kekuatan iman !Perasaan manusiawiku kepadamu
sungguh tak dapat kugambarkan bagaimana. Meski begitu aku menyadari
kecintaan kepada Allah harus kutempatkan di atas segalanya. Apa yang ada
padaku saat ini bukanlah milikku.
Karunia Allah sajalah yang membuatkku dapat merasakan ni’matnya iman
dan islam di sisimu. Dan kini, mestikah kutahan-tahan apa yang bukan
milikku ketika Sang Pemilik memintanya ?Tetapi, haruskan kulepaskan
kebahagiaan yang baru saja kurasakan ? Haruskah ???Suara gemuruh
bertalu-talu seperti hendak memecahkan dadaku. Bertarung antara suara
hati nuraniku melawan emosi dan nafsu. Antara keikhlasan dalam cinta
kepada-Nya dan cinta manusiawiku kepada suami dan anakku yang belum lagi
terlahir.Ilahi, mestikah aku
kehilangan saat-saat bahagia yang tengah kugenggam dengan merelakan
suamiku pergi yang entah kapan akan kembali atau bahkan tidak akan
pernah kembali lagi …?Dan anakku, ia akan menjadi yatim sebelum sempat
memandang wajah
ayahnya.Lalu,
bagaimanakah akan kuhadapi hidup ini tanpa dirinya lagi, tanpa bimbingan
dan perlindungannya ?Sanggupkah aku ???Di puncak pergulatan batin, saat
itulah gelegar dahsyat menghentikan bisikan iblis dalam batinku bagai
suara guntur mengatasi gemuruh hujan………..
” Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena
mencari keridhaan Allah, dan Allah Maha Penyantun kepada
hamba-hamba-Nya……”” Katakanlah : jika bapak-bapakmu, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang
kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada
Allah dan Rasul-Nya dan jihad di jalan-Nya maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasiq…
“Bagai canon menghancurkan dinding konstantinopel, rontoklah
bayang-bayang ego-ku. Batu karang di lautan jiwa ini luruh
berkeping-keping. Aku tersadar dalam pemahaman yang segar tentang
hakikat
cinta.Ya Allah, wahai
Kekasih, asal Engkau tidak tinggalkan aku dalam lautan cinta ini, asal
Engkau tidak murka padaku, aku tidak peduli !Hanya keselamatan dari-Mu
lebih melapangkan hati hamba-Mu ini. Aku berlindung dengan nur wajah-Mu
yang menerangi kegelapan dan menjamin kebaikan di dunia dan akhirat dari
amarah-Mu yang akan menimpa diriku dan murka-Mu yang akan
membinasakanku.
Kumohon ridha-Mu sampai
kuperolehnya.Tiada
daya dan kekuatan kecuali dengan-Mu juga …….Ada rasa lapang di dada.
Kubiarkan hawa kepasrahan mengisi paru-paru. Duka kali ini terasa begitu
manis. Ada rasa sesak yang terangkat ketika malaikat membukakan pintu
langit. Saat kau bertanya bagaimana pendapatku; dengan mantap kukatakan
padamu :” Bukankah sejak kita menikah telah kita ikrarkan bahwa
perkawinan ini adalah bagian dari perjuangan ? Telah kita tetapkan
syahid di atas keingininan yang lainnya, ingatkah kau ?Kini, apakah aku
akan menghalangimu untuk menggapai cita-cita kita itu ?
Tidak, bang Jundi. Karunia Allah yang diberikan kepada kita dalam
Iman dan Islam jauh lebih besar ketimbang pengorbanan yang harus kita
lakukan saat ini. Benar, kasihku padamu tak terhingga besarnya. Namun
itu semua karena cinta kepada Allah jua. Berangkatlah, bang. Insha Allah
saya akan tabah. Hanya saja tolong doakan agar saya teguh hati meniti
perjalanan hidup ini hingga Allah mempertemukan kita kembali di akhirat
kelak….
“Usai berkata begitu kumintakan maafmu kalau-kalau selama kita
bersama terdapat sikapku yang kurang kau sukai. Engkau hadiahi aku
dengan senyum penuh makna. Takjub aku akan akhlakmu. Engkau begitu
memuliakanku selama ini padahal aku bukanlah orang yang pantas menerima
kehormatan seperti itu. Pedih hati ini mengingat cacat-celaku, namun
terobat perasaanku ketika engkau katakan bahwa engkau sangat berharap
doa
dariku.Malam merayap
perlahan. Rembulan tersenyum lembut ketika kusibak tirai jendela kamar.
Aku masih terjaga ketika engkau telah terlelap dalam letihmu setelah
seharian bekerja.
Dalam hening kutatap wajahmu, kukirim sebait doa yang tumpas di
kesunyian.Suamiku, sungguh kasih sayang Allah yang tak terhingga ketika
mempertemukanmu kepadaku sebagai suami yang begitu bersih buatku. Ketika
itu aku tengah tersaruk-saruk meninggalkan masa-masa kebodohan.
Tanganku menggapai-gapai mencari pokok tempat bergantung. Ketika itulah
atas takdir Allah tangan kokohmu menyambutku, membimbingku dari alam
ketidakpastian ke dalam cahaya Islam yang cemerlang. Kaubawa aku dalam
hidup penuh makna di bawah bimbingan rabbanimu. Kauluruskan cara
berfikir, berasa dan bertindakku selaras dien yang hanif
ini.Lalu kau arahkan aku agar dapat berjalan
sendiri.Hidup
bersamamu bukannya dalam taburan madu. Aku sering kau tinggalkan ketika
tugas mewajibkanmu untuk pergi. Namun itulah cara terbaik bagiku.
Dengan begitu sandaranku kepada Allah menjadi lebih kokoh. Dan kini kau
akan meninggalkanku untuk cita-cita tertinggimu. Firasatku mengatakan
kau tak akan kembali ….
Sesaat aku teringat anak kita. Ah anak kita. Aku belum sempat lagi
mengabarkannya kepadamu. Semoga ia mewarisi sifat baikmu. Apakah yang
harus kuperbuat kini ?Dalam doa yang kudus kumohon pertolongan dari-Nya.
Kuhapus air mata yang menetes agar tak sempat terlihat olehmu.
Namun, ikatan batin kita demikian kuatnya, melampaui dimensi ruang
dan waktu, mengatasi mimpi indah yang mengabarkan suara hati dari lubuk
jantung yang paling
dalam.Tiba-tiba
saja engkau terjaga dari lelapmu. ” Adakah yang ingin dinda katakan ?”
suaramu lirih seperti desir angin menyibak padang ilalang.Mestikah
kukatakan kepadamu tentang si kecil yang denyut kehidupannya mulai
berlagu dalam rahimku ?Wahai suamiku, bukan aku ragu akan keteguhanmu
bila mendengar kabar ini sebab aku percaya engkau seorang yang
istiqamah. Hanya saja aku ingin menutup serapat mungkin pintu fitnah
yang dapat kutimbulkan terhadapmu dariku dan anak kita …..
Tetapi dapatkah kusembunyikan hal ini darimu ? Apakah keterjagaanmu
merupakan isyarat dari Allah? Dan bukankah inipun merupakan satu bentuk
ujian dari-Nya ?Kudekati dirimu. ” Bang Jundi.” Panggilku. ” Janganlah
apa yang akan saya sampaikan ini menjadikan penghalang dari langkah yang
telah abang putuskan.”Engkau tersenyum tanpa mengurangi perhatianmu
akan kata-kataku.” Insha Allah sepeninggal abang nanti saya tidak akan
merasa sendirian….sebab senantiasa ada Allah dan… ada jundi kecil yang
akan saya jaga sebaik-baiknya …” kataku. Hening sesaat. Sejenak kulihat
kau tertegun. Aku mengerti perasaanmu. Bukankah sudah lama kau nantikan
hadirnya buah cinta kita ?” Abang,…” sambungku ,” bukannya saya sangsi
akan keteguhan hati abang, tapi karena saya tidak ingin isteri dan
anakmu ini menjadi fitnah bagi tekad suci kita. Abang tak boleh surut
melangkah. Jangan abang risau karena masih ada saya yang akan
membesarkan anak kita …dan ada Allah yang akan melindungi kami
selalu…..” Aku berusaha untuk tetap tegar.
Kusingkirkan jauh-jauh perasaan iba-kewanitaanku yang kutahu menjadi titik
lemahku.Kau
rengkuh aku penuh kasih sayang. ” Dinda,” ujarmu, ” engkau adalah
sebaik-baik ni’mat yang Allah anugerahkan pada ku…..”Ah suaramu itu
begitu sejuk seperti percik air surga. Ada rasa damai di
hati.Ada
rasa hangat menyelinap di relung-relung jiwa …..Tengah malam belum lagi
lewat ketika kita berdua sama-sama bersujud menghadapkan wajah dan hati
kita kepada Allah. Semburat nur Ilahi serasa meliputi kita
berdua.Suamiku, tidak lama setelah itu engkau benar-benar
berangkat….menuju bumi
jihad.Ambon
manise hingga kini masih menangis. Bumi Aceh sudah lama merintih. Belum
lagi lagu lama di Palestina, Bosnia, Kosovo, Moro, Azerbaijan, Chechnya
dan belahan bumi lainnya yang menjerit ditikam pisau
kezaliman.Berangkatlah, kekasih. Jangan biarkan serdadu thaghut itu
merobek jantung orang-orang yang lemah dan anak-anak yang tak berdosa.
Bila teringat anak kita, ingat-ingatlah bahwa di sana lebih banyak lagi
anak-anak yang terpaksa lahir sebelum waktunya. Dahsyatnya perang
membuat mereka harus cepat dilahirkan…….
Sementara itu usia anak kita makin bertambah jua. Gelinjang halus bagai semangat yang menyelinap ke seluruh sel
tubuhku.Mulai
terasa ia bergerak dan menendang-nendang dengan gagahnya seperti kau…
yang dengan gagahnya menyerbu musuh di medan-medan pertempuran.Allahu
Akbar !Suamiku, rinduku padamu bukanlah keinginan untuk bermesra dan
memadu kasih, tapi …aku rindukan suasana beribadah bersamamu. Ingin
shalat di belakangmu, ingin mencium tanganmu , meminta maaf dan
berdiskusi denganmu sebab setiap kata yang terucap dari bibirmu adalah
tarbiyah bagiku dan memberiku kekuatan ketika aku kau tinggalkan…
Bila rindu datang mengganggu, kubuka kembali buku-bukumu. Terhibur
hati ini. Kurasakan seolah-olah kau hadir di sisiku. Namun terkadang
bisikan yang tak kuingini datang juga. Betapa pintarnya syetan mencari
jalan untuk melemahkanku. Teringat aku akan kata-katamu bahwa cinta
Allah mengatasi segalanya. Akupun bermunajat kepada Allah agar diberi
kekuatan dan ketabahan dan semoga Ia
mengampuniku.Bang
Jundi, tujuh bulan usia anak kita dalam rahimku ketika suatu malam aku
bermimpi berjumpa denganmu. Kau nampak sangat elok dan bercahaya.
Kulihat rembulan di atasmu, kupandang bergantian antara kau dan rembulan
namun kau nampak lebih indah…… bahkan bintang-bintang pun tak dapat
menandingi parasmu.
Aku terjaga. Hilang segala sedih dari hatiku. Sejuk perasaanku. Aku pun bersujud memohon barakah Allah
atasmu.Esok
harinya seisi rumah kita nampak bercahaya kemilau. Benderang luar
biasa. Semerbak wangi membuatku terheran-heran. Wanginya…sulit untuk
kukatakan. Belum pernah kucium wangi seharum ini.Sahabat-sahabatku di
jalan Allah yang berta’lim di rumah kita ribut saling bertanya satu sama
lain. Tiada seorangpun di antara kami yang memakai parfum !Baru kudapat
jawabnya ketika Ayah dan seorang sahabatmu berta’ziah ke rumah. Ya,
engkau sudah berada di tempat yang jauh …….Tidak, kekasih. Tidak patah
semangatku dengan kepergianmu. Aku tahu engkau telah menepati
janji.Engkau tidak mati! Engkau tetap hidup!!!!!
” Dan janganlah kamu mengatakan kepada orang-orang yang gugur di
jalan Allah,mati ; bahkan mereka itu hidup, tetapi kamu tidak
menyadarinya ….”” Di antara orang-orang mu’min itu ada para rijal yang
menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka
ada yang gugur ada pula yang menanti-nanti (giliran) dan mereka
sedikitpun tidak mengubah janjinya.” Selamat jalan, bang Jundi. Nantikan
aku di sana. Kepergianmu adalah satu kepastian. Kini, ujian dan derita
yang mesti kuhadapi tidak lagi kurasakan sebagai luka namun bagai angin
sejuk yang menyegarkan semangat juangku. Hari-hari berlalu dalam deru
semangat yang tak pernah pupus. Saat kelahiran anak kita kian dekat.
Nyeri yang hebat mulai melilit-lilit dalam perutku. Aku tak bisa lagi
berjalan. Hari itu kubaca surah Yusuf, surah Maryam, surah Luqman dan
surah Muhammad berulang-ulang. Kuhadiahkan buat anak kita yang bakal
lahir. Tak jadi soal laki-laki atau perempuan. Yang terpenting ia
berakhlak mulia dan menjadi anak yang shalih yang bakal menyambung tugas
para nabi, menyebarkan syi’ar Islam di muka bumi ini.
Ya Allah, tabahkan hatiku. Semoga dosaku akan turut terhapus dengan
lahirnya anak dalam kandunganku ini ……………….Ketika saatnya tiba,
sahabat-sahabat kita yang tulus membawaku ke rumah sakit. Jerit si
buyung yang lahir memecah jagat raya….pekik tangisnya menghapus segala
rasa sakitku. AlhamduliLlah dia selamat. Dia tampan dan gagah
sepertimu…..…dia rijal
sepertimu.Saat
kutatap anak kita, hatiku tiba-tiba rawan. Sanggupkah aku menjadi ibu
yang baik ???Akupun berbisik padanya ,” Wahai ananda, janganlah kau
ikuti sifat ibumu yang buruk. Milikilah sifat yang terpuji. Engkau
adalah harta yang paling berharga…..” Kucium ia penuh kasih disaat
tangis pertamanya memecah bumi.Kunamai anak kita dengan nama yang pernah
kau sebut dulu. Semoga Allah mengabulkan doa dalam nama yang indah itu.
Suamiku,Satu langkah telah kutempuh. Beribu-ribu langkah lagi
membentang di hadapanku. Badai gelombang yang garang harus kuhadapi.
onak dan duri yang terserak sepanjang perjalanan harus kulewati. Angin
puting beliung pun harus kulampaui. Berat memang. Apalagi kuharus
melangkah tanpamu. Namun kuyakin Allah senantiasa melindungiku.
Aku tahu cinta dan nafas perjuanganmu senantiasa mengisi hatiku. Ada
rasa bangga mengenang dirimu.Dengan ‘izzah inilah kan kubesarkan buah
hati kita.Kekasihku, Satu lagi janji harus kupenuhi. Aku ingin
menghantarkan anak kita agar dapat menyusulmu. Kuingin ia pun sampai ke
gerbang kecintaan-Nya. Aku akan tetap melangkah. Selangkah demi
selangkah aku menapak. Satu langkah lagi. Ya satu langkah lagi!