June 21, 2014 at 11:45am
Judul : “ Kemana Kilau Intan Itu ? ”Genre : Persahabatan | Motivate Story | Islamic | And Little Romance
Penulis : Irfan Mustofa
--------------------------------------------------------------------------------
Selamat Membaca ^_^
-------------------------------------------------------------------------------
“San, langsung ke Kantin yuk ?” Ajak Intan pada Susan sambil melipat mukena mereka setelah salat Ashar di Mushola sekolahnya.
“Ayuukk,
aku juga udah laper nih ..” jawab Susan. Setelah dari tempat ibadah
kedua sahabat berjalan menyusuri lobi menuju Kantin. Saking keasikan
mereka ngobrol tidak terduga jika Intan menyenggol seseorang yang sedang
membaca komik dari arah berlawanan. “bhukk ...”
“Aduh. . .”
bahu Intan menyenggol tangan seorang pria itu hingga komik nya terjatuh.
“Eh, maaf . . .” reflek memungut Komiknya di lantai
“Euh, Liat-liat dong kalo jalan ..” ucap pria itu. Saat Intan memberikan komik itu dia lihat wajah pria itu.
“Eh, Samuel Christian ? . . . Iya maaf, tadi aku gak liat kamu.” Ucap Intan yang ternyata pria itu masih teman sekelas mereka.
“Iyah, makanya pake jilbab jangan terlalu menutup wajah begitu . . .” Ucap Samuel sedikit ketus.
“Heh. Kok lu nyalahin jilbab Intan? elu sendiri jalan sambil baca komik.” Ujar Susan sedikit pedas membela temannya.
“Gua udah jalan kesamping, kalian berdua aja yang asik ngegosip di jalan ditengah ” Balas Samuel tak mau kalah.
“Eits, sembarangan ! kamu harusnya berterima kasih, Intan udah sudi ngambilin komik itu.”
“Udah lah, San. Yuk, ke Kantin entar waktu istirahat habis lagi buat ladenin dia.” Ucap Intan melerai perdebatan.
“Iyah,
deh aku jadi kangen baso mas Bambang, pengen yang ekstra pedes . . .”
saat bilang pedes, mata Susan agak mendelik ke arah Samuel yang
mencuekan mereka begitu saja.
Mereka berdua pun melanjutkan
langkah hingga di Kantin. Susan memperhatikan Intan dari tadi cuma
senyam-senyum sendiri sambil tertunduk.
“Kenapa sih, lu Tan? Senyam
senyum begitu? Heemmm ohh, kalau Intan kayak gini, roman-romannya ada
sesuatu nih . . .” tanya Susan sedikit
menggoda.
“Aahh, apaan sih San. Gak ada ! gak ada apa-apa.” Ucap Intan sedikit menahan malu.
“Ih, kenapa? Oh, aku tau ... kamu suka yaa sama Samuel ?!.” Tebak Susan dengan suara cukup keras.
“Eh, bisa di pelanin gak sih volumenya...?” ujar Intan.
“Ciee . . . benerkan kamu naksir dia?”
“Ih, engga San, dia itu Rival aku dikelas, kamu juga tau kan?”
“Ah, jangan begitu. Jujur aja, dia kan cakep, putih, tinggi emang agak jutek sih, tapi pinter tipe kamu banget kan?”
“Iya memang begitu, tapi ada lagi kekurangan dia.”
“Apa?” Ucap Susan heran.
“Dia kan gak se-Iman sama kita, dilarang kita untuk menyukai suatu kaum yang tidak se-iman dengan kita.” Ujar Intan.
“Oh, iya yah.Dia kan Kristen yah . . .”
Lama berbincang sampailah mereka di Kantin. Susan pun curi start untuk memesan Bakso.
“Mas, Bambang !! baso 2 mangkok, satu gak pake pedas yang satu lagi Ekstra Pedes.”
“Ok, neng . . .”
“Eh, Mas. satu lagi yg gak pedes jangan pake bawang.”
“Iya neng . . .” ucap tukang baso itu.
“hehe anter ke meja itu ya mas . . .” Susan menunjukan bangku kantin yang kosong.
“ya... iyaa, siap lah . .”
“Maaf, yaa mas emang agak bawel temen ku itu . . “ Ujar Intan.
“Enggih, neng aku rapopo .. hehe”
“Idiihhh
. . . jupe kali ah haha” ujar Intan sambil melempar canda. Tak lama
kemudian, Mas Bambang mengantarkan pesanan ke meja mereka.
“San. Kamu paling tau banget selera bakso Intan, gak pedes tanpa bawang heheh”
“Iya donk, kita kan udah temenan lama banget dari kelas 3 SD ampe udah mau Lulus SMA gini, masa iya gak tahu.”
Saat
mereka asik menikmati bakso sambil berbincang-bincang. Obrolan mereka
terhenti saat Susan menerima SMS dari Ayahnya. Membuat Susan menekuk
wajahnya.
“Eh, San. Setelah kelulusan kita ikut SBMPTN yuk ?” tanya Intan.
“eum,
aku baru ingat . ..” Susan menghentikan diri menikmati basonya
“sebanarnya aku gak bisa ikut SBMPTN di Bandung Tan.” sambil menatap
wajah Intan.
“Loh, kenapa? Kita kan punya cita-cita nanti kita bakal Kuliah bareng dan ambil Jurusan Kebidanan. ..”
“Maaf
Tan, aku udah gak akan ada di Bandung, Papa akan pindah Dinas ke
Yogyakarta dan akan menetap disana.” Ujar Susan sedih dan tersedu-sedu.
“Oh,
begitu,Yaaahh... Tan. tapi aku ngerti kok, kita kan masih bisa saling
berkomunikasi, lewat telpon, Facebook, videocall, kamu juga tau kan
kecanggihan jaman sekarang?”
“Iyahh, Tan. Maaf kan aku, aku
juga maunya disini tapi gak bisa menolak orang tua.” Airmata Susan mulai
menetes, dan hidungnya berair.
“iya, gak apa-apa kok, San,
kita kan tetap Sahabat. Udah ih, gak usah nangis gitu ah, hapus nih
ingus mu” Intan tersenyum sambil menawarkan Tissue.
“Ih, Siapa
yang nangis, ini mah aku kepedesan, ahh kurang asem si mas Bambang
bikin baksonya Pedes Gila Membabi Buta begini ... ehehe” Susan masih
sempat berdalih-dalih menyembunyikan kesedihannya di depan Intan. Karena
ini sulit bagi Susan, untuk berpisah dengan sahabatnya.
“Mungkin
dia mau racunin kamu, karena tertalu bawel hahaha” tawa pun pecah
kembali, Susan kembali tersenyum karena celoteh canda Intan.
***
Singkat
cerita hari kelulusan pun tiba, Kebiasaan Intan bangun lebih pagi, jam 4
Subuh untuk mengantar Uminya dahulu ke Pasar. Hidup tanpa Ayah membuat
keadaan ekonominya berat. Itu karenasakit keras yang dialami Abinya
hingga meregang nyawa.Membuat Intan membantu Uminya sebisa mungkin.
Ingin rasanya Intan menolong Uminya berjualan di Pasar, tapi Uminya
melarang karena sekolah pagi, Uminya meminta dia Fokus Sekolah dan terus
mencapai pendidikan setinggi mungkin, harapan beliau dia ingin melihat
Intan Lulus SMA dan bisa lanjut ke bangku perkuliahan. Seperti cita-cita
putri semata wayangnya.
Pagi itu Intan sudah rapi, dengan
jilbab putih dan seragam putih abunya itu. Intan sudah siap lahir batin
untuk hari ini, bukan hanya hari kelulusan tapi hari ini menjadi hari
terakhir dia bertemu dengan sahabatnya, Susan. Dia bilang setelah
menerima surat kelulusan dia akan pamitan.
Intanpun meraih Handphone
di atas meja belajarnya. Saat dia aktifkan, dia cukup kaget karena masuk
puluhan SMS dan kotak Suara dari Susan yang tidak sempat diterima oleh
Intan, karena semalaman dia Nonactivekan Ponselnya. Intanpun membacanya
satu persatu.
“Pelanggan Yth, kontak dengan nomor 089630020XXX, telah menghubungi anda 13 kali pada pukul 00.23, tanggal 21/06/2014 . . .”
“
Oh, ini kontaknya Susan, ada apa yaa pagi-pagi buta dia menelpon ku?
jadi ingat saat kamu menelponku tengah malam, eh, ternyata kamu sudah
ada didepan rumahku dengan kue tar Ulang Tahun, aku sangat merindukan
saat-saat seperti itu. San. “ Intan bergumam sendiri sambil
memilih-milih pesan di Kotak Masuknya untuk dia baca. Dia pun membaca
Pesan dari Susan, yang isinya sama semua.
“Intan, aku sudah
mencoba menelpon kamu. Tapi hape kamu gak active, padahal aku Cuma mau
bilang. Malam ini kami pergi ke Yogyakarta dengan Penerbangan Malam.
Papa ku mendesak sekali, kami sudah packing dan tak ada lagi dirumah.
Aku sudah menerima surat kelulusannya, dan Alhamdulilah “Aku Lulus” dan
aku berdoa kamu pun pasti Lulus”
Pesan selanjutnya . . .
“Maafkan
aku Intan. Dengan sangat menyesal Sahabatku, hari ini aku tidak bisa
berpamitan dengan kamu langsung :’( aku akan sangat merindukan kamu, aku
akan kuliah di UGM mengambil Jurusan seperti yang kita Impikan. Jangan
Lupakan Aku Intan Anggraeni, Sampai Ketemu Lagi, sahabatmu ‘Susan
Gustiani’.”
Derai airmata Intan jatuh tanpa dia sadari.
Intan tidak sempat mengucapkan kata maaf terutama kata Terima Kasih
selama ini Susan selalu mengerti dan membela Intan. Bersahabat hampir 12
tahun, sejak kecil kini terpisah oleh jarak. Intan pun membalas pesan
Susan. tapi Intan tidak bisa berlama-lama bersedih, dia bisa terlambat
ke sekolah untuk melihat papan pengumuman di sekolahnya.
-------------------------------------------------------------------------------
Wait A Moment, fo A Break . . .
Debreathing
bentar yaa ... cerita.a agak panjang, tadi.a aku mau bikin 2 Part cuman
bakal tanggung dan membuat pembaca gak dapet Feel nya ...
Ok,
istirahat bentar . . . buat Ngedip dan sedikit menghela nafas . . . *klo
mau ninyuh kopi ato enhergen, silahkan ada waktu nih >.< ato mau
ngambiu Tissue, dan buang air kecil juga bolehh hehe ...
Ok, istirahat.a sekiranya cukup . . .
Silahkan lanjutkan membaca :)
------------------------------------------------------------------------------
“Aku
harus bergegas, pasti nanti berdesak-desakan saat melihat papan
pengumuman itu ...” Intan pun menghapus air matanya dan berangkat
sekolah dengan sepeda kesayangannya. Setelah cukup jauh mengayuh
sepedanya, akhirnya dia tiba di SMA NegeriDhiafakhri , sekolahnya.
Benar
saja, puluhan siswa saling berdesak-desakan untuk melihat pengumuman
kelulusan saat itu. Papan dengan panjang 7 Meter, memuat belasan kertas
dan ratusan nama-nama dari kelas 3 yang tertulis Lulus atau Tidak
disana. Akan sulit bagi Intan untuk masuk ke kerumunan, saling
berdesakan terutama dia harus bersikutan dengan siswa laki-laki disana.
Intan sudah berusaha untuk melihat tapi dia kewalahan untuk masuk ke
kerumunan.
Tiba-tiba tangannya di tarik keluar dari kerumunan.
“Sudah,
kamu tunggu disini. Aku tidak tega melihat gadis berjilbab berdesakan
disana.” Ujar Samuel yang tadi menarik tangan Intan.
“Oh,
Christ . . . lalu bagaimana aku bisa melihat daftar kelulusan itu?”
tanya Intan dengan panggilan kesukaannya ‘Christ’ sebagian temannya
dikelas banyak memanggilnya begitu dan dia suka dipanggil ‘Christ’
ketimbang ‘Samuel’.
“Sudahlah, biar aku yang akan melihatnya untukmu. Percaya saja padaku”
“hemp, baiklah . . . tolong ya.” Ucap Intan dengan lengkung senyumnya.
Samuel
pun masuk kedalam kerumunan siswa untuk melihat daftar nilai dan
keterangan Lulus dirinya dan Intan. Alangkah kagetnya saat melihat
keterangan pemilik nama “Intan Anggraeni”.
“Oii, guys ! Minta
perhatiannya !!” Samuel teriak ditengah kerumunan dan menarik perhatian
siswa yang sedang sibuk berdesakan saat itu, semua siswa diam. “Kalian
semua coba dengarkan . . .”
“Mari kita sambut, pemilik Lulusan terbaik dengan Nilai UN tertinggi disekolah kita . . . “
“Intan
Anggraeni !!” Samuel menyambut Intan layaknya seorang MC, para siswa
yang sedang berkerumun tadi malah memandang kebelakang ke arah Intan
yang sedang berdiri, dan memberikan jalan agar dia bisa melihat
hasilnya.
Intan hanya bengong, saat semua siswa memberikan jalan. Intan melangkah dan melihat hasilnya sendiri.
“Subhanallah
. . . Aku Lulus . .” lagi-lagi airmata Intan menetes lagi karena
terharu. Tidak pikir panjang Intan langsung sujud syukur ditempat. Semua
siswa bertepuk tangan dan memberikan selamat. Setelah melihat
keterangan kelulusan, semua siswa dikumpulkan dan mendapatkan Surat
Resmi Kelulusan dari Sekolah. Semua bersorak bahagia, karena telah
berhasil menyelesaikan jenjang sekolah menengah atas. Disaat semua siswa
mengekspresikan kebahagian mereka. Intan memilih pulang lebih cepat.
Siang
itu, Intan sudah tidak sabar untuk membagi kabar bahagia ini pada
Uminya. Pasti Uminya sudah pulang dari pasar. Saat tiba didepan rumah . .
.
“Ada apa ini kok rame banget di rumah ?” Intan heran sendiri,
padahal dia belum mengabari Uminya bagaimana dia bisa tahu kalau Intan
Lulus dengan Nilai UN Tertinggi.
“Ah, Umi berlebihan pake acara syukuran segala hehe” gumam Intan kegeeran sendiri.
Lalu
pak Ari menghampiri Intan saat tiba di teras, dia adalah ketua RT di
sekitar rumahnya, dengan sedih dia mengatakan sesuatu pada Intan.
“Neng, yang sabar yaa . . .” wajahnya begitu berduka cita
“Sabar kenapa, Pak?”
“Umi kamu, Umi Amina kecelakaan saat pulang dari pasar.”
“Inalillahi !!! Sekarang dimana Umi ? Dirumah ? Gimana keadaannya?” Tanya Intan Panik.
“Di dalam neng, kami sudah bawa dia ke rumah sakit, tapi tak tertolong neng” ucap pak Ari lirih.
“Hah?
Maksudnya, Pak ?!” Badan Intan melemas, Airmata tak kuasa lagi untuk
menetes, kali ini bukan air mata suka cita yang membasahi pipinya tapi
duka cita yang mendalam. Dari dalam rumah tiba-tiba bibinya Intan
bernama, Bi Euis yang sedang hamil tua memeluk Intan. Tangis dan
Kesedihan melanda Intan dan keluarga saat itu. Saat Intan membuka
samping yang menutup wajah Uminya, kesedihannya semakin memuncak. Umi
nya sudah terbujur kaku, Umi yang dicintainya telah tiada. Intan
langsung Pingsan, tak kuasa lagi menahan dukanya.
Setelah
pulang dari pemakaman, Intan masih ingin di pusara Uminya, penyesalan
yang tidak bisa dia bendung lagi, dia belum sempat meminta maaf pada
Uminya dia belum sempat membahagiakan Uminya, dia belum sempat
memberikan kabar gembira yang di inginkan Uminya, tapi Allah sudah
memanggil Uminya terlebih dahulu. Kini hanya Doa yang bisa Intan kirim
untuk Uminya.
Setiap hari, Intan berziarah ke makam Uminya,
untuk berdoa, dan memohon maaf, dia juga selalu membawa surat
kelulusannya itu . . .
“Umi maaf kan aku yang belum bisa membahagiakan mu, hingga Umi tiada . .”
Pulang
dari pemakaman, Intan selalu mengurung diri dikamarnya dan selalu
berduka lara. Dia tidak pernah mengabari Sahabatnya Susan, dia tidak
pernah bertemu dengan teman-temannya. Dia selalu berkabung, mengapa
cobaan seberat ini jatuh padanya.
Keadaannya begitu kacau,
matanya yang selalu sembab, murung, Intan seperti telah kehilangan
kilaunya. Saat 40 hari kepergian ibunya, Intan. Berziarah lagi, dia
selalu pulang sendiri kali ini alam sepertinya ikut berduka dengan
Intan. Hujan turun dan membuat Intan basah kuyup.
Tiba-tiba saat
dipemakaman Uminya, seperti ada orang yang memayunginya. Intan yang
sedang jongkok memanjatkan Doa, menoleh keatas itu . . .
“Christ ? sedang apa kamu disini ?”
“tadi aku kebetulan lewat sini . . . sudah, ayok kita cari tempat berteduh “
“oh, iya . . .”
Intan dan Samuel pun berteduh disebuah halte bis.
“ini pakai ! kamu basah begitu . . .” Samuel memberikan jaket yang dia pakat pada Intan.
“eh, kamu sendiri ?”
“Sudahlah jangan bandel, pakai saja. Kamu gak usah sungkan, Agama kamu gak melarang kan berteman dengan seorang non-muslim ?”
“makasih Christ, enggak kok . . .”
“Aku turut berduka cita ya, Semoga ibumu diterima di sisinya . . .”
“Amin, makasih Christ. Hu hu hu” Intan menunduk dan bersedih kembali.
“Kenapa kamu sekarang begitu cengeng ? gak seperti Intan yang dulu aku kenal, Cerita, selalu tersenyum.”
“Kamu
gak ngerti apa yang aku alami sekarang Christ, cobaan ini terlalu dini
dan berat aku pikul sendiri . . . aku ini anak yatim bukan dari keluarga
yang berkecukupan. Ayahku meninggal karena sakit, sahabat ku pergi
meninggalkan aku, sekarang Ibu ku menyusul Ayahku, dan aku gak punya
biaya lagi untuk melanjutkan sekolah seperti keinginan Umi dulu . . .”
kata Intan sambil berusaha menghapus tangisnya dengan kerudung merah
yang dipakainya.
“Kemana Kilau Intan itu? bukannya Tuhan mu, Tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan hambanya ?”
“. . .” Intan terdiam.
“Setelah
ada kesulitan pasti kemudahan. . . itu kan yang diajarkan Agama kamu?”
Samuel memberikan ceramah pada Intan, dikelas dia selalu mendengarkan
pelajaran Pendidikan Agama Islam, karena sekolah mereka adalah sekolah
Umum. Agama apapun bisa masuk.
“Benar juga Christ, aku harus
tetap berbaik sangka kepada Allah. Dia pasti sayang sama Intan, dengan
memberikan cobaan seperti ini, Allah tahu bahwa Intan pasti bisa
melewatinya dengan Tabah dan Tawakal” Intan merasa malu sendiri di
sadarkan oleh seorang non-islam, tapi dia menerima apa adanya karena
hidayah itu datang dari siapa saja.
“Nah, itu baru semangat, Intan. Kamu harus kuat mana senyum intan yang besinar itu?”
“Kamu memuji atau meledek Christ ?”
“Itu bisa berarti keduanya heheh”
“Ah, kamu bisa aja, makasih yah Christ. Jujur aku sebenarnya belum bisa merelakan ibu pergi.”
“Iya,
kamu harus move on menurut keterangan kan kita tidak boleh berkabung
berlarut-larut, menangis boleh, tapi jangan berlebihan”
“Sepertinya aku tahu deh keterangan kamu maksud, itu kan Hadist. Kamu sering ngedengerin ajaran kami yah?” tanya Intan.
“heheh . . . gak semua sih, tapi kan emang ada benarnya, tan.”
“hem, semoga hidayah juga jatuh kepadamu yah . . .”
“Amin. . . hahaha”
“eh, kok ketawa aku serius? . . .”
“hehe
sudahlah, kamu harus bangkit Intan, tunjukan sinar Intan itu, semangat
bentar lagi SBMPTN kamu masih berminat kan melanjutkan cita-cita kamu?”
“Tentu
saja, aku gak boleh sedih terus. Aku harus tunjukan pada Umi bahwa
harapan Umi adalah Cita-citaku, dan akan aku wujudkan itu . . .” ujar
Intan penuh semangat, rona senyumnya kini muncul kembali.
“nah, itu baru Intan yang aku kenal”
Setelah
hujan reda, Intan di antar pulang kerumah oleh Samuel. Tapi lagi-lagi
sesuatu terjadi dirumah, mang Arif begitu panik sambil membopong
instrinya bi Euis yang sudah merasakan bayinya akan keluar.
“mang, kenapa?”
“ini ua kamu udah mulai kontraksi, Emang mau bawa ke rumah sakit.” *Emang=Paman*
“Aaaww ... aduuhh ...” bi Euis sudah merasakan kontraksi, dan tiba-tiba keluar cairan dari bawahnya.
“Mang, itu air ketubannya sudah pecah. Tidak ada waktu lagi mang, bayinya akan keluar sekarang”
“Aduh,
bagaimana ini? jika saja Umi masih ada dia bisa membantu kelahiran Anak
saya. Tidak ada kendaraan? Emang tidak punya uang untuk menyewa
ambulan” keluh Mang Arif yang semakin panik, dulu Uminya Intan seorang
bidan, beliau selalu membantu kelahiran ibu-ibu di desanya.
“hem, ya sudah bawa masuk saja mang ke kamar, biar saya yang bantu.”
“Kamu bisa, tan ?”
“Aku suka membantu Umi melakukan proses kelahiran, Intan pasti bisa, percaya saja. Tidak ada waktu lagi.”
“Ya sudah baiklah, apa yang harus Emang lakukan?” sambil membawa istrinya ke kamar.
“Emang tolong siapkan Ember, air hangat, lap. Dan tolong panggil bu Aisya dan bu Ika tetangga kita untuk membantu”
“Baik, Tan, Emang percaya sama kamu.”
Setelah
beberapa saat, Tangis bayi terdengar begitu indah dan mengharukan,
Akhirnya dengan proses yang cukup sulit dan melelahkan, bayi bi Euis
bisa diselematkan, kelahiran berjalan normal dan bi Euis hanya terkulai
lemas karena mati-matian mengeluarkan bayinya untuk pertama kalinya
menyapa dunia. Setelah dibersihkan, bayi yang mungil dan tampan itu di
berikan Adzan oleh mang Arif dan mendapatkan Asi pertamanya.
“Bayi nya ganteng mang Arif” Intan pun menggendong bayi yang masih merah dan imut itu.
“Emang
salut sama kamu, tan. Terima kasih ya” mang Arif terharu, dan sangat
bersyukur memiliki keponakan yang cepat tanggap seperti Intan.
“Sama-sama
mang, ini pengalaman pertama Intan menyelamatkan bayi ke dunia” sambil
menimang-nimang bayi kecil itu. “siapa nama bayi ganteng ini mang?”
“Mang, akan menamainya Akbar”
“Kamu boleh menyumbangkan nama untuknya, Intan.” Ucap bi Euis yang masih terbaring lemas diranjang.
“Akbar? Heemm... bagaimana jika jadi ‘Akbar Nurrudin’? artinya Kebesaran Cahaya Agama”
“itu nama yang bagus, tan” ucap Bi Euis.
“iya
ua, semoga putra mang dan bibi ini bisa menjadi cahaya penerang umat,
dengan kebesaran Ilahi menuntun Bayi kecil ini menjadi manusia berguna
kelak.”
“Amin . . .” ucap mang Arif dan bi Euis. Intan
memandangi wajah bayi kecil itu, sesekali tersenyum kepada Intan. Dan
membuat Intan tersadar, kehidupan itu ada kematian dan kelahiran saat
kematian sebagai cobaan kita harus ikhlas dan tabah, karena pasti ada
kelahiran yang membawa semangat baru. Benar kata Samuel tadi, dari
kutipan Ayat Surat Al-Insyirah “setelah ada kesulitan pasti ada
kemudahan”.
Akhirnya Intan menemukan cahayanya lagi, setelah
lama meredup karena cobaan yang melandanya. Bayi yang dia tolong
memberikan semangat baru dan memotivasi dirinya untuk bangkit dan
mencari kembali puing-puing impiannya yang ikut meredup. Dan tidak
disangka seorang Kristiani, membukakan hati Intan untuk melihat bahwa
berbaik sangka pada Tuhannya merupakan langkah awal menemukan perubahan.
Dengan
semangat baru Intan bangkit, dan mengikuti tes SBMPTN dengan bantuan
Beasiswa Bidikmisi, pasti ada kesempatan untuknya meraih cita-citanya ke
bangku kuliah. Subhanallah dengan kegigihan Intan. Dia diterima masuk
ke UNPAD memilih Jurusan Kebidanan sesuai minat yang dia Impikan sejak
lama, meskipun akan sedikit berbeda karena tidak bersama Susan. Tapi
Intan yakin dengan bangkit sendiri tanpa tergantung pada siapapun, dia
pasti bisa.
. . . TamatBonus Story Extended. . .
Saat
Intan akan menyerahkan berkas beasiswanya, di lorong kampus Intan
melihat seorang pria berdiri membelakanginya, dengan setelan baju Koko
yang trendi, dan peci kecil membuat sedikit jambulnya keluar. Jika
diperhatikan tidak asing dimata Intan. Saat mencoba menyapa, pria
berbalik.
“hah, Christ ? kamu ada disini ?” sedikit terkaget melihat teman sekolahnya dikampus.
“Assalamualaikum, Intan kamu juga masuk Unpad? Iya aku masuk Fakultas Kedokteran.”
“Walaikum salam, subhanallah Iya, Kebidanan Christ.”
“Jangan panggil aku Christ, aku sekarang mualaf, namaku Muhamad Syamsudin.”
“Alhamdulillah,
ternyata hidayah memang turun kepadamu.” Intan bersyukur dan tersenyum
pria idamannya kini seiman dengannya, hari-hari menjadi mahasiswa akan
berbeda setelah Intan menemukan Kilaunya kembali.
Tamat Beneran (Titik).