Sudah enam tahun sudah aku berteman
dengan mereka yang mengaku 7ranger, teman-teman dari berbagai kota yang aku
kenal lewat sosial
media, rencananya kami akan bertemu dan berlibur bersama. Hingga Bali menjadi
spot pilihan kami untuk bertatap langsung.
Hari yang dinanti tiba, Goo dari
Banjarmasin dan Irwan dari Lombok memutuskan untuk menunggu kami berlima di
Bali. Sedangkan Arief dari Aceh, Syam dari Batam, dan Leo dari Palembang
memutuskan untuk Transit dahulu ke Jakarta bertemu Pian yang dari Bogor dan Aku
sendiri dari Bandung. Perkenalkan aku Irfan, dan inilah petualanganku ke Pulau
Dewata.
Dengan memakai baju ungu, ransel dan tas
selendang kecil berisi uang cash, dan tiket pesawat aku layaknya seorang backpacker. Dari jam 5.12 pagi aku di Stasiun
Bandung, berdiri diantara antrian loket untuk membeli tiket KA menuju Stasiun
Gambir Jakarta.
Saat hendak
masuk tiba-tiba “Jeprutt .... prakk” tali tas kecilku jatuh, obat-obatan, power bank, charger, tiket pesawat dan isinya tercecer keluar. Sambil jongkok
memunguti barangku. Penumpang yang akan masuk sudah nampak berdesakan, maklum
Kereta Ekonomi. Saat hendak malaju, sambil menenteng tas aku berdiri tepat di
pintu gerbong, kemudian “breettt ...” tas ku jatuh lagi ? bukan! Aku kaget lalu
teriak ...
“Jambreettt !!!” tas ku dibawa lari
lelaki misterius, entah siapa karena hari masih gelap, aku teriak mengalahkan suara
peluit petugas stasiun saat itu.
“Copet !! Copet !! Punten kang, itu
cegat ! .... Aaah, sialan !” aku langsung lompat dan mengejar copet itu “Copeeeet
!! Wooii rek kamana siah ! Jangan tinggalin gua !!” *Jiiiaah, buset, itu copet larinya cepat
amat, iya lah, mana ada copet lari lemah gemulai. Si Copet menghilang diantara
keramaian penumpang, tapi kulihat dia keluar stasiun dan masuk ke suatu gang,
aku ikuti hingga cukup jauh dari stasiun hingga akhirnya Aku kehilangan dia “Sial
!”.
Dengan nafas masih tersenggal senggal
aku kembali ke stasiun. Sial lagi, ternyata Kereta Menuju Gambir sudah
berangkat, dan akan ada lagi jam 4 sore. Aku tengok jam tanganku, 6.30 pagi, lalu
aku kabari sahabatku Syam.
“Tuutt ... Tuutt ... Tuutt, Nomor Yang Anda
Tuju Sedang Tidak Aktif“
” huh, lagi-lagi janda gatel itu yang
jawab, yang lain juga belum aktif pasti masih di pesawat menuju Jakarta.”
Mondar mandir di Stasiun berpikir harus
gimana, cek Dompet uang cash hanya ada 250.000, saldo ATM aku cukup untuk
membeli tiket pesawat lagi, tapi saat di cek ketersediaan Tiket di internet. Apess
memang, hari ini semua tiket pesawat kelas ekonomi tujuan Bali sudah ludes
terjual, hingga 3 hari kedepan. *kelas ekonomi?* “masalah buat lo?
“Ahh, harus hemat nih, disanakan belum Check in, Makan, Belanja, Diving, Snorkling, Clubbing, ehh hehe ”
Setelah aku pikirkan kereta menjadi
pilihan ku ke Bali, via Bandung – Surabaya. Saat di loket ada dua pilihan
dilematis antara KA Turangga atau KA Pasundan. Aku tanyakan soal harga tiket
kedua kereta itu.
“loh, teh, kok Turangga mahal yaa?” tanyaku
heran kepada petugas loket, dibalik kaca mbak itu menjawab “iyalah kang,
fasilitasnya juga bagus” mbak itu menunjukan brosur kereta dengan interiornya
yang mirip pesawat.
“jangan haraf naik kereta Cuma-Cuma,
hehe” canda mbak itu.
“ya iyalah teh, bisa aja si teteh mah.” Ucapan
mbak tadi membuatku ingat akan syair lagu anak-anak ... Ke Bandung~ Surabaya~ boleh lah
naik dengan percuma .... aku senyam senyum sendiri.
Karena
harga tiket KA Turangga begitu mahal maka KA Pasundanlah pilihanku lebih murah
100.000 karena kelas ekonomi. Di dalam gerbong, aku tercengang melihat keadaan
Kereta, kumuh ? padat penumpang? Pedagang asongan? Itu semua tidak ada,
keretanya bersih, ber-AC, dan ada colokan listrik untuk ngeCharge, tepuk jidat,
baru ingat Chargerku ada ditas yang dicopet itu, harus hemat batterai, aku SMS
Ranger lain, jika aku ke Bali dengan “Ngeteng” dan tidak jadi ke Stasiun Gambir.
Dari jam 7 Kereta melaju cukup cepat, udara segar kota Bandung berhembus dari
sela-sela jendela kereta.
Ponselku berbunyi, rupanya Arief
menelpon “Hoii Cung, kenapa lo malah mau Ngepang di Bali ?”
“Eh.. Eh.. Eh ! bukan Ngepang, tapi
Ngeteng, jadi gua gonta-ganti Transport,
sekarang di Kereta menuju Surabaya” jawab aku.
“hahaha... loh, kok Kereta? gak cape kau
ke Bali pake Kereta?” tanya Arief heran, yang dia kira Kereta itu Motor. Karena
di Aceh disebut begitu.
“iishh... ini kereta beneran cung, yang
Jug ge Jag ge Jug... Sorry gua gak ke Jakarta.”
“Ooohh... kenapa? Gua, Syam dan Pian mau
Boarding nih ...”
“ceritanya panjang lebar kali tinggi,
Kabarin gua jika udah sampai Bali” setelah telpon berakhir, baterai ponsel
berkurang satu, benar-benar harus hemat batere, hemat uang pula, hadooh..
Matahari Jam 10 pagi tersenyum hangat
menyapa dari langit biru, cerahnya bersatu dengan hijaunya pesawahan. Hampir 12
Jam perjalanan mulai membuatku Jenuh, aku berjalan-jalan menyusuri gerbong,
lalu terhenti di pintu gerbong, teringat adegan di film 5CM saat Zafran dan
Dinda menggantung di pintu menikmati hembusan angin, pikirku “Ah, Cobain ahh
heheh” sensasi angin kencang berhembus nikmat sekali, aku merem-melek lalu
membayangkan seseorang berbisik I love You, eh, fantasy ku buyar karena kaget
petugas gerbong menegurku.
“he
kang ! ojo ngadek neng kunu! Blai kowe nek ngadek neng lawang koyo ngunu ...” dialek
Jawa yang khas dia pinta jangan berdiri disitu, berbahaya. Karena Bad Mood Aku terlelap tidur, hingga tidak
terasa telah sampai di Stasiun Gubeng Surabaya. Aku turun, tepat pukul 18.30
dan kukabari lagi Ranger lain.
Saat di Kereta aku sempat bertanya pada
penumpang lain caranya ke Bali dari Surabaya, katanya bisa menggunakan Bis
Malam, Ok aku pun ke terminal Bis,
mumpung di Surabaya jalan-jalan dulu lalu selfie buat di Sosial Media. Aku tergiur dengan Rujak Cingur yang
dijual disana, lumayan buat menghilangkan pusing dari kereta tadi. Saat naik Bis
menuju Banyuwangi. 2 jam perjalanan, tiba-tiba perutku bermasalah, rasanya
mules, sakit melilit-lilit.
“Aduuuhh, pasti gara-gara jajanan itu,
ini bis gak ada toiletnya ya” dalam benaku sambil menahan sakit, keringat
dingin bercucuran. Ingin bicara untuk berhenti tapi mengangkat bokong saja
rasanya, enggan. Sekitar pukul 8 Bis berhenti sejenak di SPBU. Beberapa
penumpang turun tuk sekedar buang air kecil atau merokok, hal ini juga jadi
kesempatan buatku, untuk maaf, Puff.
“Ahhh... Leganyaa ...” akhirnya
penderitaanku pergi terbawa arus berputar itu. “Bye .. !” aku tersenyum puas,
saat ku lihat jam tangan. “Busset jam 8.45 ! gila udah setengah jam lebih gua
nongkrong” aku keluar dari toilet tapi di hadang seorang pria, bukan preman
tapi penjaga toilet untuk bayar. Saat
aku Rogoh Dompet, tepuk jidat “Astaga ! Dompet ku didalam Ransel” aku minta
izin untuk mengambil uang dulu di Bis, tapi saat keluar kamar mandi Bis nya
menghilang. Lemas tubuhku ...
Aku kebingungan, entah ada dimana. Ponsel
lowbat tak bisa nelpon, Aku SMS Ranger lain lalu Pian membalas, katanya mereka Check in disalah satu Hotel di Sanur. Aku
naik Ojek dengan Jaminan Jam Tangan dan Ponsel untuk mengejar Bis itu. Wah,
kita kebut-kebutan saat itu karena takut kehilangan jejak Bis itu, untungnya
tukang ojek tau jalan hingga terminal Bis di Banyuwangi.
Syukurlah Bis itu ada di terminal. Aku
ambil Ranselku dan sempat memarahi Kondektur karena teganya dia meninggalkan
aku. 50.000 keluar dari Dompet untuk membayar tukang Ojek itu. Jam 01.20 dini
hari, aku celingak-celinguk mencari jalan ke pelabuhan, aku pun pakai GPS (Guide
Penduduk Setempat) hehe, aku tanya pada Bapak-bapak di pos ronda, katanya ke
pelabuhan Ketapang cuma 20 menit jalan kaki.
Malam dingin cuma berjalan sendiri
ditemani gemerlap bintang, Begini rasanya berpetualang ala Nekat Traveller, ah bukan ini namanya “Ngeteng Traveller”, melelahkan
tapi begitu seru karena kerasa banget perjuangannya. Tidak seperti naik
pesawat, gak asik ! Cuma B2SB “Boarding, Bobo, Sampai, Bali”. Huh.
Di Pelabuhan Ketapang, tak ada satu pun
Ferry hendak nyeberang, tapi diluar Pelabuhan ada beberapa nelayan yang hendak
melaut, aku nekat meminta untuk bisa diseberangkan ke Gilimanuk, akhirnya dengan bujuk rayu ada satu Perahu
yang mau mengantarku, karena kebetula Bli itu nelayan dari Bali, satu jam
perjalanan melintas selat Bali membuatku Mabuk laut, Kepala masih keleyengan
aku sampai diseberang. Jam 3 Pagi, petualanganku masih berlanjut, kata Bli
nelayan tadi aku bisa naik Bis Malam tujuan Mataram, Bis itu bakal Singgah dulu ke Terminal Ubung,
Aku berterima kasih sekali atas jasa Bli tadi, baik sekali.
Akhirnya setelah bernego hebat, aku bisa
ke Denpasar dengan 20.000 hehe, hebat kaan ? sesampainya di Terminal Ubung
Denpasar, aku menelpon Syam dengan sisa Batere terakhir. Syam mengangkat dan
billang mereka akan melihat Sunrise.
lalu “tuuutt... blep” HP-ku Mati. Dari terminal aku jalan kaki hingga ke Sanur,
sepangjang jalan aku bertanya-tanya supaya tidak nyasar. Aku percepat langkahku
karena waktu sudah jam 4.45, aku tidak mau melewatkan lembayung indah itu.
Di Sanur, 6 Ranger lain sedang duduk
dipasir putih menghadap laut, menantikan detik-detik Sang Fajar beralih Terbitnya
Surya.
“Sayang banget yaa, Irfan gak ikut kita
ke Bali” ujar Irwan kecewa.
“Dia pasti ke Bali, tadi dia bilang mau
Ngepang disini” Ucap Arief menghibur
“Guys. Tadi Irfan menelpon, tapi gak
sempat bilang dimana posisinya, hpnya mati” tungkas Sam.
“Irfan, dimana kaaauuuu~ si Ranger Ungu
gak nepatin janjinya !” Teriak Goo sedikit lebay
“iyahhh ka, kok dia begitu sih, 6 tahun,
ini lah yang kita tunggu” Pian turut kecewa.
“Andai dia disini sekarang, lengkaplah
bahagia kita 7Rangers” kata Leo.
***
Aku sampai di Pantai Sanur, lalu kulihat
ada 6 Pria memakai baju merah, putih, biru, hijau, kuning, dan hitam sedang
duduk bersama menatap Lautan. Tidak lain dan tidak bukan ...
Aku mendengar obrolan mereka, dan aku
bersuara ...
“Aku ada disini kok !”
“?!” para Ranger reflek menengok
kebelakang lalu berdiri. Air muka mereka berubah, rona bahagia terpancar. Kami
berpelukan dan lengkaplah 7Ranger, lalu Arief nyeletuk, “Fan, kok lu bau banget
sih?” membuat semua melepas pelukan mereka. “lu gak tau yah, bau ini, keringat
ini, merupakan perjuangan tuk mencapai Lembayung itu ...” telunjukku mengarah
pada Cahaya Lembayung berwarna Oranye keunguan dengan gradasi hijau dan biru
langit yang indah, hingga matahari kemerahan muncul sedikit-demi-sedikit dari
cakrawala. Yups, Sunrise Sanur yang
terkenal itu. Ibarat persahabatan kami yang berwarna warni, hangat, dan abadi.
“aaahh lu harus di hukum,” para ranger memegangiku dan menyeret ku ke laut, kami
basah-basahan bermandikan Cahaya Lembayung Dewata dari Sunrise Pantai Sanur.
Ini Petualangan terbaik dalam hidupku.
Tamat.